Teori
Ekologi dan Ilmu Lingkungan
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos
("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik
interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan
lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914). Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan
atau sistem dengan lingkungannya.
Pembahasan ekologi tidak lepas dari
pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen
penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor
biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan
mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi
makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi
dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Ekologi merupakan cabang ilmu yang
masih relatif baru, yang baru muncul pada tahun 70-an. Akan tetapi, ekologi
mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya. Ekologi mempelajari
bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan kehidupannya
dengan mengadakan hubungan antar makhluk hidup dan dengan benda tak hidup di
dalam tempat hidupnya atau lingkungannya. Ekologi, biologi dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan botani yang menggambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan,
dan ekonomi energi yang menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan tingkat tropik.
Para ahli ekologi mempelajari hal
berikut:
- Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya.
- Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-faktor yang menyebabkannya.
- Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Kini para ekolog(orang yang mempelajari
ekologi)berfokus kepada Ekowilayah bumi dan riset perubahan iklim.
Konsep Ekologi
Hubungan keterkaitan dan
ketergantungan antara seluruh komponen ekosistem harus dipertahankan dalam
kondisi yang stabil dan seimbang (homeostatis). Perubahan terhadap
salah satu komponen akan memengaruhi komponen lainnya. Homeostatis adalah kecenderungan sistem biologi untuk menahan perubahan dan selalu berada dalam
keseimbangan.
Ekosistem mampu memelihara dan
mengatur diri sendiri seperti halnya komponen penyusunnya yaitu organisme dan populasi. Dengan demikian, ekosistem dapat dianggap suatu cibernetik di alam. Namun manusia cenderung mengganggu sistem pengendalian alamiah ini.
ekosistem merupakan kumpulan dari
bermacam-macam dari alam tersebut, contoh hewan, tumbuhan, lingkungan, dan yang
terakhir manusia
“TEORI
EKOLOGI”
Teori Ekologis ini dikemukakan oleh Urie Bronfenbrenner (1917). Bronfenbrenner
mengajukan suatu pandangan lingkungan yang kuat tentang perkembangan yang
sedang menerima perhatian yang meningkat. Teori Ekologi (ecological theory)
ialah pandangan sosiokultural Brofenbrenner tentang perkembangan, yang terdiri
dari lima sistem lingkungan mulai dari masukan interaksi langsung dengan
agen-agen sosial (social agents) yang berkembang baik hingga masukan
kebuadayaan yang berbasis luas. Kelima sistem dalam teori ekologi
Bronfenbrenner ialah mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan
kronosistem. Model ekologis Bronfenbrenner diperlihatkan saat ia (dengan cucu
laki-lakinya) mengembangkan teori ekologis, suatu perspektif yang sedang
menerima perhatian yang meningkat. Teorinya menekankan pentingnya dimensi mikro
dan makro lingkungan di mana anak hidup.
Mikrosistem (microsystem) dalam teori ekologi Bronfenbrenner
ialah setting dimana individu hidup. Konteks ini meliputi keluarga individu,
teman-teman sebaya, sekolah dan lingkungan. Dalam mikrosistem inilah interaksi
yang paling langsung dengan agen-agen sosial berlangsung, misalnya dengan orang
tua, teman-teman sebaya, dan guru. Individu tidak dipandang sebagai
penerima pengalaman yang pasif dalam setting ini, tetapi sebagai seseorang yang
menolong membangun setting. Bronfenbrenner menunjukkan bahwa kebanyakan
penelitian tentang dampak-dampak sosiokultural berfokus pada mikrosistem.
Mesosistem (mesosystem) dalam teori ekologi Bronfenbrenner
meliputi hubungan antara beberapa mikrosistem atau hubungan antara beberapa
konteks. Contohnya : ialah hubungan antara pengalaman keluarga dan pengalaman
sekolah, pengalaman sekolah dan pengalaman keagamaan, dan pengalaman keluarga
dengan pengalaman teman sebaya. Misalnya, anak-anak yang orang tuanya
menolak mereka dapat mengalami kesulitan mengembangkan hubungan positif dengan
guru. Para ahli perkembangan mengamati perilaku dalam setting majemuk-seperti
keluarga, teman sebaya, dan konteks sekolah-untuk memperoleh gambaran yang
lebih lengkap tentang perkembangan individu.
Eksosistem (exosystem) dalam teori ekologi Bronfenbrenner
dilibatkan pengalaman-pengalaman dalam setting sosial lain- di mana individu
tidak memiliki peran yang aktif-mempengaruhi apa yang individu alami dalam
konteks yang dekat. Misalnya, pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan
seorang perempuan dengan suami dan anaknya. Seorang ibu dapat menerima promosi
yang menuntutnya melakukan lebih banyak perjalanan, yang dapat meningkatkan
konflik perkawinan dan perubahan pola interaksi orang tua-anak. Contoh
lain ekosistem ialah pemerintah kota, yang bertanggung jawab bagi
kualitas taman, pusat-pusat rekreasi, dan fasilitas perpustakaan bagi anak-anak
dan para remaja. Contoh lain ialah pemerintah pusat melalui perannya dalam
kualitas perawatan kesehatan dan sistem bantuan bagi manusia usia lanjut.
Makrosistem (macrosystem) dalam teori ekologi Bronfenbrenner
meliputi kebudayaan dimana individu hidup. Kebudayaan mengacu pada pola
perilaku, keyakinan, dan semua produk lain dari sekelompok manusia yang
diteruskan dari generasi ke generasi. Studi lintas budaya - perbandingan antara
satu kebudayaan dengan satu atau lebih kebudayaan lain – memberi informasi
tentang generalitas perkembangan.
Kronosistem (chronosystem) dalam teori ekologi
Bronfenbrenner meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa lingkungan dan
transisi sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan-keadaan sosiohistoris. Misalnya,
dalam mempelajari dampak perceraian terhadap anak-anak, para peneliti menemukan
bahwa dampak negatif serin memuncak pada tahun pertama setelah perceraian dan
bahwa dampaknya lebih negatif bagi anak laki-laki daripada anak perempuan. Dua
tahun setelah perceraian, interaksi keluarga tidak begitu kacau lagi dan lebih
stabil. Dengan mempertimbangkan keadaan-keadaan sosiohistoris, dewasa ini, kaum
perempuan tampaknya sangat didorong untuk meniti karir dibandingkan pada 20
arau 30 tahun lalu. Dengan cara seperti ini, kronosistem memiliki dampak yang
kuat bagi perkembangan kita.
Teori ekologi telah memberikan sumbagan dalam studi mengenai
perkembangan masa hidup yang meliputi kajian yang sistematis yang
bersifat makro dan mikro terhadap dimensi-dimensi sistem lingkungan serta
memberikan perhatian terhadap kaitan antarsistem lingkungan. Kontribusi lebih
lanjut dari teori Bronfenbrenner mencakup mengedepankan pengaruh dari sejumlah
konteks sosial di luar keluarga, seperti tempat tinggal, agama, sekolah, dan
tempat kerja terhadap perkembangan anak (Gauvian & Parke, 2010). Beberapa
kritik juga dilontarkan terhadap teori ekologi karena kurang menggali
faktor-faktor biologis dan juga kurang memberikan perhatian terhadap
faktor-faktor kognitif.
Sumber : Santrock, John W., 2002.
Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5, Jilid 1. Jakarta
: Erlangga
Teori
ekologi menurut Urie Bronfrenbrenner adalah suatu pandangan sosiokultural
tentang perkembangan yang mana terdiri dari lima sistem lingkungan, mulai dari
masukan interaksi langsung dengan agen-agen sosial (social agents) yang
berkembang baik hingga masukan kebudayaan yang berbasis luas. Menurut beliau,
teori ekologi menjelaskan perkembangan anak-anak sebagai hasil interaksi antara
alam sekitar dengan anak-anak tersebut. Teori Sistem ekologis disebut juga
”Pembangunan dalam Konteks”. Lima sistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner
antara lain:
1.Mikrosistem
Mikrosistem adalah setting dimana individu hidup, meliputi keluarga individu, teman-teman sebaya, sekolah, dan lingkungan. Dalam mikrosistem inilah interaksi yang paling langsung dengan agen-agen sosial berlangsung (misalnya dengan orangtua, teman sebaya, dan guru).
Mikrosistem adalah setting dimana individu hidup, meliputi keluarga individu, teman-teman sebaya, sekolah, dan lingkungan. Dalam mikrosistem inilah interaksi yang paling langsung dengan agen-agen sosial berlangsung (misalnya dengan orangtua, teman sebaya, dan guru).
2.Mesosistem
Lingkungan mesosistem meliputi hubungan antara beberapa mikrosistem atau hubungan antara beberapa konteks. Contohnya: hubungan antaar pengalaman keluarga dan pengalaman sekolah, pengalaman sekolah dengan pengalaman keagamaan, dan pengalaman keluarga dengan pengalaman teman sebaya.
Lingkungan mesosistem meliputi hubungan antara beberapa mikrosistem atau hubungan antara beberapa konteks. Contohnya: hubungan antaar pengalaman keluarga dan pengalaman sekolah, pengalaman sekolah dengan pengalaman keagamaan, dan pengalaman keluarga dengan pengalaman teman sebaya.
3.Eksosistem
Eksosistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner dilibatkan ketika pengalaman-pengalaman dalam setting sosial lain, dimana individu tidak memiliki peran yang aktif, mempengaruhi apa yang individu alami dalam konteks yang dekat. Misalnya, pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang perempuan dengan suami dan anaknya; pemerintah pusat melalui perannya dalam kualitas perawatan kesehatan dan sistem bantuan bagi manusia lanjut usia.
4.Makrosistem
Makrosistem meliputi kebudayaan dimana individu hidup. Kebudayaan mengacu pada pola perilaku, keyakinan, dan semua produk lain dari sekelompok manusia yang diteruskan dari generasi ke generasi.
Eksosistem dalam teori ekologi Bronfenbrenner dilibatkan ketika pengalaman-pengalaman dalam setting sosial lain, dimana individu tidak memiliki peran yang aktif, mempengaruhi apa yang individu alami dalam konteks yang dekat. Misalnya, pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang perempuan dengan suami dan anaknya; pemerintah pusat melalui perannya dalam kualitas perawatan kesehatan dan sistem bantuan bagi manusia lanjut usia.
4.Makrosistem
Makrosistem meliputi kebudayaan dimana individu hidup. Kebudayaan mengacu pada pola perilaku, keyakinan, dan semua produk lain dari sekelompok manusia yang diteruskan dari generasi ke generasi.
5.Kronosistem
Kronosistem meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa lingkungan dan transisi sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan-keadaan sosiohistoris. Misalnya, dengan mempelajari dampak perceraian terhadap anak-anak, para peneliti menemukan bahwa dampak negatif sering memuncak pada tahun pertama setelah perceraian dan dampaknya lebih negatif bagi anak laki-laki daripada anak perempuan.
Kronosistem meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa lingkungan dan transisi sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan-keadaan sosiohistoris. Misalnya, dengan mempelajari dampak perceraian terhadap anak-anak, para peneliti menemukan bahwa dampak negatif sering memuncak pada tahun pertama setelah perceraian dan dampaknya lebih negatif bagi anak laki-laki daripada anak perempuan.
Perkembangan
teori ekologi menunjukkan adanya perhatian terhadap ketergantungan biologi dan
sosiologi dalam kaitan hubungan antara manusia dengan lingkungannya, yang mana
hal itu secara signifikan mempengaruhi pemikiran-pemikiran psikologi
lingkungan. Dengan perkembangan teori ekologi, seseorang tidak dianggap
terpisah dari lingkungannya, melainkan merupakan bagian yang integral dari
lingkungannya.
Pusat dari pemikiran para ahli teori ekologi adalah gagasan tentang kecocokan manusia dan lingkungannya. Lingkungan dirancang atau barangkali berkembang sehingga memungkinkan terjadinya perilaku tertentu. Setting perilaku menurut Roger Barker adalah evaluasi terhadap kecocokan antara lingkungan dengan perilaku yang terjadi pada konteks lingkungan tersebut. Menurutnya, tingkah laku tidak hanya ditentukan oleh lingkungan atau sebaliknya, melainkan kedua hal tersebut saling menentukan dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hubungan tingkah laku dengan lingkungan adalah seperti jalan dua arah (two way street) atau interdependensi ekologi.
Pusat dari pemikiran para ahli teori ekologi adalah gagasan tentang kecocokan manusia dan lingkungannya. Lingkungan dirancang atau barangkali berkembang sehingga memungkinkan terjadinya perilaku tertentu. Setting perilaku menurut Roger Barker adalah evaluasi terhadap kecocokan antara lingkungan dengan perilaku yang terjadi pada konteks lingkungan tersebut. Menurutnya, tingkah laku tidak hanya ditentukan oleh lingkungan atau sebaliknya, melainkan kedua hal tersebut saling menentukan dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hubungan tingkah laku dengan lingkungan adalah seperti jalan dua arah (two way street) atau interdependensi ekologi.
Suatu
hal yang unik dalam teori ekologi Barker adalah adanya setting perilaku yang
dipandang sebagai faktor tersendiri. Setting perilaku adalah pola tingkah laku
kelompok (bukan individu) yang terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan
tertentu (physical milleu). Misalnya, jika suatu ruangan (kelas) terdapat
pintu, beberapa jendela, serta dilengkapi dengan papan tulis dan meja tulis
yang berhadapan dengan sejumlah bangku yang berderet, maka setting perilaku
yang terjadi di ruang tersebut adalah rangkaian dari tingkah laku murid yang
sedang belajar di dalam ruangan tersebut.
Pada
teori ekologi, perhatian kecil pada kontinuitas atau diskontinuias; perubahan
lebih ditekankan daripada stabilitas, pandangan lingkungan yang kuat,
pentingnya kognisi tidak ditekankan, menggunakan berbagai metode penelitian
yang mana khusus ditekankan pada pentingnya pengumpulan data dalam konteks
sosial yang berbeda.
TEORI EKOLOGI BRONFENBRENNER
Teori
ekologi dikembangkan oleh Urie Bronfenbrenner (1917) yang fokus utamanya adalah
pada konteks sosial di mana anak tinggal dan orang-orang yang memengaruhi
perkembangan anak.
Llima sistem lingkungan teori ekologi Bronfenbrenner terdiri dari lima sistem lingkungan yang merentang dari interaksi interpersonal sampai ke pengaruh kultur yang lebih luas. Bronferbrenner (1995, 2000); Bronfenbrenner & Morris, makrosistem, dan kronosistem.
Sebuah mikrosistem adalah setting dimana individu menghabiskan banyak waktu. Beberapa konteks dalam sistem ini antara lain adalah keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga. Dalam mikrosistem ini, individu berinteraksi langsung dengan orang tua, guru, teman seusia, dan orang lain. Manurut Bronfenbrenner, murid bukan penerima pengalaman secara pasif di dalam setting ini, tetapi murid adalah orang yang berinteraksi secara timbal balik dengan orang lain dan membantu mengkonstruksi setting tersebut.
Sebuah mesosistem adalah kaitan antar-mikrosistem. Contoh adalah hubungan antara pengalaman dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah, dan antara keluarga dan teman sebaya. Misalnya, salah satu mesosistem penting adalah hubungan antara sekolah dan keluarga. Dalam sebuah studi terhadap seribu anak kelas delapan (atau setingkat kelas 3 SMP ke awal SMA (Epstein, 1983). murid yang diberi kesempatan lebih banyak untuk berkomunikasi dan mengambil keputusan, entah itu di rumah atau di kelas, menunjukkan inisiatif dan nilai akademik yang lebih baik.
Dalam studi mesosistem lainnya, murid SMP dan SMA berpartisipasi dalam sebuah program yang didesain untuk menghubungkan keluarga, teman, sekolah, dan orang tua (Cooper, 1995). sasaran program ini (yang dilakukan oleh sebuah unversitas) adalah murid dari kalangan Latino dan Afrika-Amerika di keluarga kelas menengah kebawah. Para murid mengatakan bahwa program tersebut membantu mereka menjembatani kesenjangan antardunia sosial yang berbeda. Banyak murid dalam program ini memandang sekolah dan lingkungan mereka sebagai konteks di mana mereka diperkirakan akan gagal dalam studi, menjadi hamil dan keluar dari sekolah, atau berperilaku nakal. Program ini memberi murid harapan dan tujuan moral untuk melakukan “sesuatu yang baik bagi masyarakat anda”, seperti bekerja di komunitas dan mengajak saudara untuk bersekolah. Kita akan membahasa lebih banyak tentang hubungan keluarga sekolah nanti.
Eksosistem (exosystem) terjadi ketika pengalaman di setting lain (dimana murid tidak berperan aktif) memengaruhi pengalaman murid dan guru dalam konteks mereka sendiri. Misalnya, ambil contoh dewan sekolah dan dewan pengawas taman di dalam suatu komunitas. Mereka memegangi peran kuat dalam menentukan kualitas sekolah, taman, fasilitas rekreasi, dan perpustakaan. Keputusan mereka bisa membantu atau menghambat perkembangan anak.
Makrosistem adalah kultur yang lebih luas. Kultur adalah istilah luas yang mencakup peran etnis dan faktor sosioekonomi dalam perkembangan anak. Kultur adalah konteks terluas di man amurid dan guru tinggal, termasuk nilai dan adat istiadat masyarakat. Misalnya, beberapa kultur (seperti si negara Islam semacam Mesir atau Iran), menekankan pada peran gender tradisonal. Kultur lain (seperti di AS) menerima peran gender yang lebih bervariasi. Di kebanyakan negar Islam, sistem pendidikannya mempromosikan dominasi pria. Di Amerika, sekolah-sekolah semakin mendukung nilai kesetaraan antara pria dan wanita.
Salah satu aspek dari status sosiekonomi murid adalah faktor perkembangan dalam kemiskinan. Kemiskinan dapat memengaruhi perkembangan anak dan merusak kemampuan mereka untuk belajar, meskipun beberapa anak di lingkungan yang miskin sangat ulet.
Kronosistem adalah kondisi sosiihistoris dari perkembangan anak. Misalnya, murid-murid sekarang ini tumbuh sebagai generasi yang tergolong pertama (Louv, 1990). anak-anak sekarang adalah generasi pertama yang mendapatkan perhatian setiap hari, generasi pertama yang tumbuh di lingkungan elektronik yang dipenuhi oleh komputer dan bentuk media baru, generasi pertama yang tumbuh dalam revolusi seksual, dan generasi pertama yang tumbuh di dalam kota yang semrawut dan tak terpusat, yang tidak lagi jelas batas antara kota, pedesaan atau subkota.
Bronferbrenner makin banyak memberi perhatian kepada kronosistem sebagai sistem lingkungan yang penting. Dia memerhatikan dua problem penting: (1) banyaknya anak di Amerika yang hidup dalam kemiskinan, terutama dalam keluarga single-parent; dan (2) penurunan nilai-nilai (Bronferbrenner dkk., 1996)
Sumber: Psikologi Pendidikan , edisi kedua. John W. Santrock, Universty of Texas-Dallas.
TEORI EKOLOGI
Teori
ekologi berbeda dengan teori yang lain. Teori ekologi menempatkan tekanan yang
kuat pada landasan perkembangan biologis. Teori ini mengajukan suatu
pandangan bahwalingkungan sangat kuat mempengaruhi perkembangan. Teori ekologi
( ecological theory)ialah pandangan sosio kultural tentang perkembangan yang
terdiri dari lima sistemlingkungan mulai dari masukan interaksi langsung dengan
agen-agen sosial (social agent)yang berkembang baik hingga masukkan kebudayaan
yang berbasis luas. Kelima sistemdalam teori ekologi bronfenbrenner ialah
mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem,dan kronosistem.
Mikrosistem
(micrisystem) dalam teori ekologi Bronfebrenner ialah setting dalam
manaindividu hidup. Mikrosistem adalah yang paling dekat dengan pribadi anak
yaitu meliputikeluarga, guru, individu, teman-teman sebaya, sekolah, lingkungan
dan sebagainya yangsehari-hari ditemui anak. Dalam mikrositem inilah interaksi
yang paling langsung denganagen-agen sosial berlangsung, misalnya; dengan orang
tua, teman sebaya dan guru. Individutidak dipandang sebagai penerima pengalaman
yang pasif dalam setting ini, tetapi sebagaiseseorang yang menolong membangun
setting. Bronfrenbrenner menunjukkan bahwakebanyakan penelitian tentang
dampak-dampak sosiokultural berfokus pada mikrosistem.
Mesosistem
adalah interaksi antar faktor-faktor dalam sistem mikro meliputi hubungan
antara beberapa mikrosistem atau beberapa konteks misal hubungan
orangtua-guru, orangtua-teman,antar teman, gru-teman, dapat juga hubungan
antara pengalaman sekolah dengan pengalamankeluarga, pengalaman sekolah dengan
pengalaman keagamaan dan pengalaman keluargadengan pengalaman teman sebaya.
Misalnya anak-anak yang orang tuanya menolak merekadapat mengalami kesulitan
mengembangkan hubungan positif dengan guru. Paradevelopmentalis semakin yakin
pentingnya mengamati perilaku dalam setting majemuk untuk memperoleh gambaran
yang lebih lengkap tentang perkembangan individu.
Eksosistem
dalam teori Bronfenbrenner dilibatkan ketika pengalaman-pengalaman dalamsetting
sosial lain – dimana individu tidak memiliki peran yang aktif – mempengaruhi
apayang individu alami dalam konteks yang dekat. Atau sederhananya menurut
eksosistemmelibatkan pengalaman individu yang tak memiliki peran aktif di
dalamnya. Misalnya, pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang
perempuan dengan suami dananaknya. Seorang ibu dapat menerima promosi yang
menuntutnya melakukan lebih banyak perjalanan yang dapat
meningkatkan konflik perkawinan dan perubahan pola interaksi orangtua-anak.
Maka diketahui bahwa eksosistem tidak langsung menyentuh pribadi anak
akantetapi masih besar pengaruhnya seperti koran, televisi, dokter, keluarga
besar, dll.
Makrosistem
meliputi kebudayaan dimana individu hidup. Kita ketahui bahwa kebudayaanmengacu
pada pola prilaku, keyakinan, dan semua produk lain dari sekelompok manusiayang
diteruskan dari generasi ke generasi. Kita ketahui pula bahwa studi lintas
budaya – perbandingan antara satu kebudayaan dengan satu atau lebih
kebudayaan lain – memberiinformasi tentang generalitas perkembangan.
Makrosistem terdiri dari ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama,
hukum, adat istiadat, budaya, dll.
Kronosistem
meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa sepanjang rangkaian kehidupan dankeadaan
sosiohistoris. Misal, dalam mempelajari dampak perceraian terhadap anak-anak,
para peneliti menemukan bahwa dampak negatif sering memuncak pada tahun
pertama setelah percaraian. Atau dengan mempertimbangkan keadaan
sosiohistoris, dewasa ini, kaum perempuan tampaknya sangat didorong untuk
meniti karier dibanding pada 20 atau 30 tahun lalu.
Teori
ekologi ini mempelajari interelasi antar manusia dan lingkungannya. Ada 4
(empat)struktur dasar dalam konsep tersebut, yaitu sistem mikro, meso, exo dan
makro(Bronfenbrenner dalam Berns, 1997). Sistem mikro adalah keluarga dan
hubungan antaraanggota keluarga. Apabila anak menjadi lebih besar dan
bersekolah maka ia berada dalamsistem meso. Sistem exo adalah setting di mana
anak tidak berpartisipasi aktif tetapi terkena pengaruh berbagai sistem
seperti pekerjaan orang tua, teman dan tempat kerja orang tua serta berbagai
lingkungan masyarakat lain. Sistem makro berbicara tentang budaya, gaya
hidupdan masyarakat tempat anak berada. Semua sistem tersebut saling
pengaruhmempengaruhidan berdampak terhadap berbagai perubahan dalam
perkembangan anak. Oleh karena itu,seluruh komponen sistem berpengaruh terhadap
pengasuhan (nurturing) dan pendidikan anak secara holistik (Berns, R.M,
1997, 4 ed). Paradigma baru dalam pendidikan anak usia dinimenekankan pada
penanganan nurturing oleh semua pihak berkenaan dengan pertumbuhkembangan
anak yang bersifat keutuhan jamak yang unik dan terarah.
Dalam perkembangannya, anak mempunyai berbagai kebutuhan, yang perlu
dipenuhi, yaitukebutuhan primer yang mencakup pangan, sandang, dan ‘papan’ ;
serta kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan penghargaan terhadap dirinya
sebagaimana teori kebutuhan dariMaslow (1978). Terpenuhinya kebutuhan tersebut
akan memungkinkan anak mendapat peluang mengaktualisasikan dirinya, dan
hal ini dapat menghadirkan pelatuk untuk mengembangkan seluruh potensi
secara utuh. Pemenuhan kebutuhan dalam perkembanganini banyak tergantung dari
cara lingkungan berinteraksi dengan anak-anak. Perkembangananak ditentukan oleh
berbagai fungsi lingkungan yang saling berinteraksi dengan individu,melalui
pendekatan yang sifatnya memberikan perhatian, kasih sayang dan peluang
untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan taraf dan kebutuhan
perkembangannya(Developmentally Appropriate Practice, Horowitz, dkk. 2005).
Senada
dengan Bronfenbernner, Hawlwy dalam Himmam & Faturochman,1994mengungkapkan
bahwa perilaku manusia merupakan bagian dari kompleksitas ekosistemdengan
beberapa asumsi dasar sebagai berikut :
1.
Perilaku manusia terkait dengan konteks lingkungan
2.
Interaksi timbal balik yang menguntungkan antara manusia dengan lingkungan
3.
Interaksi manusia dengan lingkungan bersifat dinamis
4.
Interaksi manusia dengan lingkungan terjadi dalam berbagai level dan tergantung
pada fungsinya.
Urie
Bronfenbenner
Urie Bronfenbenner dilahirkan di
Moscow, Rusia pada tanggal 29 April 1912. Saat usia 6 tahun, beliau dan
keluarganya pindah ke United State. Beliau mengenyam pendidikan di Universitas
Cornell dengan dua jurusan sekaligus, yaitu Psikologi dan Musik, kemudian
melanjutkan ke Harvard University dengan subjek Developmental Psychology.
Setelah itu, Bronfenbenner meraih gelar Ph.D di Universitas Michigan pada tahun
1942. (Wikipedia, 2011)
Bronfenbenner pernah bekerja sebagai
Psikolog di Angkatan Darat Amerika Serikat, Asisten Profesor Psikologi di
Universitas Michigan dan menjadi profesor di Universitas Cornell. Beliau
meninggal dunia pada tahun 2005. (Wikipedia, 2011)
Teori Sistem Ekologi
Teori sistem ekologi Bronfenbenner
berfokus utama pada konteks sosial tempat anak tinggal dan orang-orang yang
mempengaruhi perkembangan anak. Teori ini terdiri dari lima sistem lingkungan
yang merentang dari interaksi interpersonal sampai ke pengaruh
kultur yang lebih luas. Kelima sistem tersebut adalah mikrosistem, mesosistem,
eksosistem, makrosistem dan kronosistem. (Helmi, 1999)
Mikrosistem
Mikrosistem adalah setting
tempat individu banyak menghabiskan waktu. Beberapa konteks dalam sistem ini
antara lain adalah keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga. Dalam
mikrosistem inilah individu berinteraksi dengan agen sosial secara langsung
(keluarga, teman sebaya, guru). Menurut Bronfenbenner, dalam setting ini
individu bukanlah penerima pengalaman yang pasif, tetapi sebagai individu yang
berinteraksi secara timbal balik dengan orang lain. Bronfrenbrenner menunjukkan
bahwa kebanyakan penelitian tentang dampak-dampak sosiokultural berfokus pada
mikrosistem. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)
Mesosistem
Mesosistem adalah hubungan antara
beberapa mikrosistem atau hubungan antara beberapa konteks. Contohnya adalah
hubungan antara pengalaman keluarga dengan pengalaman sekolah, pengalaman
sekolah dengan pengalaman keagamaan, dan pengalaman keluarga dengan pengalaman
teman sebaya. (Santrock, Life-Span Development, 2002)
Dalam studi terhadap seribu anak kelas
delapan (3 SMP), diteliti dampak gabungan dari pengalaman di keluarga dan di
sekolah terhadap sikap dan prestasi siswa saat siswa melewati masa transisi
dari tahun terakhir SMP ke awal SMA (Epstein,1983 dalam Santrock, 2008). Siswa
yang diberi kesempatan lebih banyak untuk berkomunikasi dan mengambil keputusan
(baik di rumah maupun di kelas) menunjukkan inisiatif dan nilai akademik yang
baik. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)
Eksosistem
Eksosistem dilibatkan ketika
pengalaman-pengalaman dalam setting sosial lain, ketika individu tidak memiliki
peran yang aktif mempengaruhi hal yang individu alami dalam konteks yang dekat.
Atau sederhananya menurut eksosistem melibatkan pengalaman individu yang tak
memiliki peran aktif di dalamnya. Misalnya, pengalaman kerja dapat mempengaruhi
hubungan seorang perempuan dengan suami dan anaknya. Seorang ibu dapat menerima
promosi yang menuntutnya melakukan lebih banyak pekerjaan, yang dapat
meningkatkan konflik perkawinan dan perubahan pola interaksi orang
tua-anak. (Santrock, Life-Span Development, 2002)
Contoh lain eksosistem adalah
pemerintah kota yang bertanggung jawab bagi kualitas taman, pusat rekreasi dan
fasilitas perpustakaan bagi anak-anak dan remaja. Keputusan mereka bisa
membantu bisa menghambat atau membantu perkembangan individu secara tidak
langsung. (Santrock, Life-Span Development, 2002)
Makrosistem
Makrosistem adalah kultur yang lebih
luas. Kultur merupakan istilah yang luas yang mencakup peran etnis dan
faktor sosioekonomi dalam perkembangan anak. Kultur adalah konteks terluas
tempat siswa dan guru tinggal, termasuk nilai dan adat istiadat masyarakat.
(Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)
Misalnya, beberapa kultur (seperti
Mesir dan Iran sebagai negara Islam), menekankan pada peran gender yang
tradisioanal. Kultur lain (seperti di Amerika Serikat) menerima peran gender
yang lebih bervariasi. Di kebanyakan negara Islam sistem pendidikannya
mengutamakan dominasi pria. Di Amerika, sekolah-sekolah semakin mendukung nilai
kesetaraan antara pria dan wanita. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)
Satu dari aspek atatus sosioekonomi
murid adalah faktor perkembangan dalam kemiskinan. Kemiskinan dapat memengaruhi
perkembangan anak dan merusak kemampuan mereka untuk belajar, meskipun beberapa
anak di lingkungan miskin sangat rajin. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)
Kronosistem
Kronosistem meliputi pemolaan
peristiwa-peristiwa sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris
dari perkembangan individu. Misalnya, dalam mempelajari dampak perceraian
terhadap anak-anak, para peneliti menemukan bahwa dampak negatif sering
memuncak pada tahun pertama setelah percaraian dan bahwa dampaknya lebih
negatif bagi anak laki-laki daripada anak perempuan (Hetherington, 1989 dalam
Santrock, 2008). Dua tahun setelah perceraian, interaksi dalam keluarga tidak
begitu kacau dan lebih stabil. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)
Bronfenbrenner semakin banyak memberi
perhatian kepada kronosistem sebagai sistem lingkungan yang penting. Dia
memperhatikan dua problem penting, yaitu banyaknya anak Amerika yang hidup
dalam kemiskinan (terutama dalam keluarga single-parent) dan
penurunan nilai-nilai. (Santrock, Life-Span Development, 2002)
Bronfenbenner juga berpendapat bahwa
anak-anak sekarang adalah generasi pertama yang mendapatkan perhatian setiap
hari, generasi pertama yang tumbuh dalam lingkungan elektronik yang dipenuhi
oleh komputer dan bentuk media baru, generasi pertama yang tumbuh dalam
revolusi seksual, dan generasi pertama yang tumbuh di dalam kota yang semraut
dan tak terpusat, yang tidak lagi jelas batas antara kota, pedesaan atau
subkota. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)
Evaluasi Teori Bronfenbenner
Teori Bronfenbenner telah mendapat
banyak popularitas. Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk mengkaji
konteks sosial secara sistematis, baik di tingkat mikro maupun makro. Teori ini
juga menjembatani kesenjangan antara teori behavioral yang berfokus pada setting
kecil dan teori antropologi yang menganalisis setting yang lebih luas.
Teorinya memicu perhatian orang pada arti penting kehidupan anak dari berbagai setting.
Misalkan guru seharusnya tidak hanya mempertimbangkan hal yang terjadi di
dalam kelas, tetapi juga mempertimbangkan apa yang terjadi dalam keluarga,
lingkungan, dan teman sebaya siswanya. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)
Para pengkritik teori Bronfenbenner
mengatakan bahwa teorinya tidak banyak memberi perhatian kepada faktor biologis
dan kognitif dalam perkembangan anak. Mereka juga menunjukkan bahwa teori
tersebut tidak membahas perubahan perkembangan bertahap yang menjadi fokus pada
teori-teori seperti teori Piaget dan Erikson. (Santrock, Psikologi
Pendidikan, 2008)
Teaching Strategies dalam Mendidik Anak
Berdasarkan Teori Bronfenbrenner
1. Pandanglah anak sebagai sosok yang terlibat dalam berbagai
sistem lingkungan dan dipengaruhi oleh sistem-sistem itu. Lingkungan itu antara
lain sekolah dan guru, orangtua dan saudara kandung, komunitas dan tentangga,
teman sebaya, media, agama, dan budaya. (Santrock, Psikologi Pendidikan,
2008)
2. Perhatikan hubungan antara sekolah dan keluarga. Jalin
hubungan ini melalui saluran formal dan informal. (Santrock, Psikologi
Pendidikan, 2008)
3. Sadari arti penting dari komunitas, status sosioekonomi, dan
budaya dalam perkembangan anak. Konteks sosial yang luas ini bisa sangat
mempengaruhi perkembangan anak. (Valsiner, 2000 dalamSantrock,2008)
Sumber:
Sumber:
Helmi, A. F. (1999). Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Buletin
Psikologi .
Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Teori-teori Etika lingkungan hidup
1. Teori Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung.
Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.
Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung.
Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.
Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
2. Teori Ekosentrisme
Ekosentrisme Berkaitan dengan etika
lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan
pada etika pada biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru
memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak.
Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling
terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral
tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral
yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.
3. Teori Egosentris
Etika yang mendasarkan diri pada
berbagai kepentingan individu (self). Egosentris didasarkan pada
keharusan individu untuk memfokuskan diri dengan tindakan apa yang dirasa baik
untuk dirinya. Egosentris mengklaim bahwa yang baik bagi individu adalah
baik untuk masyarakat. Orientasi etika egosentris
bukannya mendasarkan diri pada narsisisme, tetapi lebih didasarkan pada
filsafat yang menitikberatkan pada individu atau kelompok privat yang berdiri
sendiri secara terpisah seperti “atom sosial” (J. Sudriyanto, 1992:4). Inti
dari pandangan egosentris ini, Sonny Keraf (1990:31) menjelaskan:
Bahwa tindakan dari setiap orang
pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri
sendiri
Dengan demikian, etika egosentris
mendasarkan diri pada tindakan manusia sebagai pelaku rasional untuk
memperlakukan alam menurut insting “netral”. Hal ini didasarkan pada berbagai
pandangan “mekanisme” terhadap asumsi yang berkaitan dengan teori sosial liberal.
4. Teori Biosentrisme
Teori Biosentrisme mengagungkan
nilai kehidupan yang ada pada ciptaan, sehingga komunitas moral tidak lagi
dapat dibatasi hanya pada ruang lingkup manusia. Mencakup alam sebagai ciptaan
sebagai satu kesatuan komunitas hidup (biotic community).
Inti
pemikiran biosentrisme adalah bahwa setiap ciptaan mempunyai nilai intrinsik
dan keberadaannya memiliki relevansi moral. Setiap ciptaan (makhluk hidup)
pantas mendapatkan keprihatinan dan tanggung jawab moral karena kehidupan
merupakan inti pokok dari konsern moral. Prinsip moral yang berlaku adalah
“mempertahankan serta memlihara kehidupan adalah baik secara moral, sedangkan
merusak dan menghancurkan kehidupan adalah jahat secara moral” (Light, 2003:
109).
Biosentrisme memiliki tiga varian, yakni, the life centered theory (hidup sebagai pusat), yang dikemukakan oleh Albert Schweizer dan Paul Taylor, land ethic (etika bumi), dikemukakan oleh Aldo Leopold, dan equal treatment (perlakuan setara), dikemukakan oleh Peter Singer dan James Rachel.
Biosentrisme memiliki tiga varian, yakni, the life centered theory (hidup sebagai pusat), yang dikemukakan oleh Albert Schweizer dan Paul Taylor, land ethic (etika bumi), dikemukakan oleh Aldo Leopold, dan equal treatment (perlakuan setara), dikemukakan oleh Peter Singer dan James Rachel.
5. Etika Homosentris
Etika homosentris
mendasarkan diri pada kepentingan sebagian masyarakat. Etika ini mendasarkan
diri pada berbagai model kepentingan sosial dan pendekatan antara pelaku
lingkungan yang melindungi sebagian besar masyarakat manusia.
Etika
homosentris sama dengan etika utilitarianisme,
jadi, jika etika egosentris mendasarkan penilaian baik dan buruk suatu tindakan
itu pada tujuan dan akibat tindakan itu bagi individu, maka etika
utilitarianisme ini menilai baik buruknya suatu tindakan itu berdasarkan pada
tujuan dan akibat dari tindakan itu bagi sebanyak mungkin orang. Etika
homosentris atau utilitarianisme ini sama dengan universalisme etis. Disebut
universalisme karena menekankan akibat baik yang berguna bagi sebanyak mungkin
orang dan etis karena ia menekankan akibat yang baik. Disebut utilitarianisme karena
ia menilai baik atau buruk suatu tindakan berdasarkan kegunaan atau manfaat
dari tindakan tersebut (Sonny Keraf, 1990:34).
Seperti halnya etika egosentris, etika homosentris konsisten dengan asumsi
pengetahuan mekanik. Baik alam mau pun masyarakat digambarkan dalam pengertian
organis mekanis. Dalam masyarakat modern, setiap bagian yang dihubungkan secara
organis dengan bagian lain. Yang berpengaruh pada bagian ini akan berpengaruh
pada bagian lainnya. Begitu pula sebaliknya, namun karena sifat uji yang
utilitaris, etika utilitarianisme ini mengarah pada pengurasan berbagai sumber
alam dengan dalih demi kepentingan dan kebaikan masyarakat (J. Sudriyanto,
1990:16).
7. TEOSENTRISME
Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan
lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan.
Pada teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur
hubungan manusia dengan lingkungan. Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini
sudah ditekankan dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana
(THK), dimana dibahas hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan
manusia dengan manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan
(Palemahan).
8. Teori Nikomakea
Teori Nikomakea (bahasa Inggris:
'Nicomachean Ethics'), atau Ta Ethika, adalah karya Aristoteles
tentang kebajikan dan karakter moral yang
memainkan peranan penting dalam mendefinisikan etika Aristoteles.
Kesepuluh buku yang menjadi etika ini didasarkan pada catatan-catatan dari
kuliah-kuliahnya di Lyceum dan disunting atau dipersembahkan
kepada anak lelaki Aristoteles, Nikomakus.
Teori Nikomakea memusatkan perhatian pada pentingnya membiasakan
berperilaku bajik dan mengembangkan watak yang bajik pula. Aristoteles
menekankan pentingnya konteks dalam perilaku etis, dan kemampuan dari orang
yang bajik untuk mengenali langkah terbaik yang perlu diambil. Aristoteles
berpendapat bahwa eudaimonia adalah tujuan
hidup, dan bahwa ucaha mencapai eudaimonia, bila dipahami dengan tepat, akan
menghasilkan perilaku yang bajik.
9. Zoosentrisme
Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.
Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.
Yang dimaksud dengan lingkungan
adalah jumlah semua benda hidup dan mati serta seluruhkondisi yang ada di dalam
lingkungan adalah jumlah semua benda hidup dan mati sertaseluruh kondisi yang
ada di dalam ruang yang kita tempati.
Ahmad
(1987:3) mengemukakanbahwa
lingkungan hidup adalah sistem kehidupan di mana terdapat campur tangan
manusiaterhadap tatanan ekosistem.
St. Munajat Danusaputra
: Lingkungan adalah semua benda dan
kondisi termasuk didalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang
di mana manusia berada danmempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan
manusia dan jasad hidup lainnya.(Darsono, 1995)
Emil Salim
: Lingkungan
hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yangterdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi
hal yang hidup termasuk kehidupan manusiaSalah seorang ahli ilmu
lingkungan, yaitu
Otto Soemarwoto
mengemukakan
bahwa dalambahasa Inggris istilah lingkungan
adalah environment. Selanjutnya dikatakan, lingkunganatau lingkungan hidup merupakan segala sesuatu yang ada pada setiap
makhluk hidup atauorganisme dan berpengaruh pada kehidupannya. Contoh,
pada hewan seperti kucing, segalasesuatu di sekeliling kucing dan berpengaruh
pada keberlangsungan hidup kucing tersebutmaka itulah lingkungan hidupnya.
Demikian pula pada suatu jenis tumbuhan tertentu,misalnya pohon mangga atau
padi di sawah, segala sesuatu yang mempengaruhi pertumbuhanatau kehidupan tanaman
tersebut itulah ling kungan hidupnya.Menurut Undang-Undang Rl Nomor 4 Tahun
1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentangPerkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, U
ndang-UndangNomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, menyatakan bahwalingkungan hidup
merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, danmakhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsunganperikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.Selanjutnya, bagaimana untuk lingkungan hidup manusia? Tentunya Anda
telah dapatmenyimpulkannya bukan? Pada
intinya bergantung pada apa dan siapa yang menjadi sorotandan kajiannya.
Jika manusia menjadi sorotan atau kajiannya, lingkungan hidupnya adalahsegala
sesuatu mulai dari udara yang menyentuh hidungnya sampai kepada
benda-bendaangkasa yang jaraknya ratusan juta kilometer dari planet bumi ini,
jika mempengaruhikehidupan di muka bumi ini maka menjadi lingkungan hidup bagi
manusia.Jadi, dapat disimpulkan bahwa lingkungan atau lingkungan hidup adalah
segala sesuatu(benda, keadaan, situasi) yang ada di sekeliling makhluk hidup
dan berpengaruh terhadapkehidupan (sifat, pertumbuhan, persebaran) makhluk
hidup yang bersangkutan. Lingkunganhidup baik faktor biotik maupun abiotik
berpengaruh dan dipengaruhi manusia. Segala yangada pada lingkungan dapat di
manfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupmanusia karena lingkungan
memiliki daya dukung. Daya dukung lingkungan adalahkemampuan lingkungan untuk
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hiduplainnya di muka bumi.Dalam
kondisi alami, lingkungan dengan segala keragaman interaksi yang ada
mampumenyeimbangkan keadaannya. Namun, tidak tertutup kemungkinan, kondisi
demikian dapatberubah dengan adanya campur tangan manusia dengan segala
aktivitas pemenuhankebutuhan yang terkadang
melampaui batas.Keseimbangan lingkungan secara alami dapat berlangsung
karena beberapahal, yaitu komponen-komponen yang terlibat dalam aksi-reaksi dan
berperan sesuai kondisikeseimbangan, pemindahan energi (arus energi), dan
siklus biogeokimia dapat berlangsung.Keseimbangan lingkungan dapat terganggu
jika terjadi perubahan berupa pengurangan fungsi
Pengertian Lingkungan Hidup Lingkungan
hidup adalah semua benda, daya, dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat
atau ruang tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi
hidupnya. Pengertian lingkungan hidup
diawali dari istilah dalam bahasa Inggris yang disebut dengan environment,
dalam bahasa Belanda disebut dengan millieu atau dalam bahasa Perancis
disebut dengan I'environment. Lingkungan hidup disebut juga dengan
lingkungan hidup manusia (human environment). Istilah ini biasa dipakai
dengan lingkungan hidup. Bahkan seringkali dalam bahasa sehari-hari disebut
sebagai "Lingkungan" saja. Telah banyak ahli yang mencoba memberikan pengertian lingkungan hidup. Seperti
apa pengertian lingkungan hidup
menurut mereka?
|
Pengertian
Lingkungan Hidup
|
Berikut ini beberapa Pengertian Lingkungan Hidup Menurut
Ahli:
- Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Michael Allaby: Lingkungan hidup adalah the physical, chemical and biotic condition surrounding and organism.
- Pengertian Lingkungan Hidup Menurut S. J. McNaughton dan Larry L. Wolf: Lingkungan hidup adalah semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi organisme.
- Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto: Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.
- Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Prof. Dr. St. Munadjat Danusaputro, SH: Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dalam jasad hidup lainnya.
- Pengertian Lingkungan Hidup Menurut UUPLH 1982: Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, dan keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Referensi:
- Siahaan, N. H. T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga.
Pengertian dan Definisi Lingkungan Hidup Menurut Para Ahli
Lingkungan hidup biasa juga disebut
dengan lingkungan hidup manusia (human environment) atau dalam sehari-hari juga
cukup disebut dengan "lingkungan" saja. Unsur-unsur lingkungan hidup
itu sendiri biasa nya terdiri dari: manusia, hewan, tumbuhan, dll. Lingkungan
hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain,
lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Istilah lingkungan
hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda
disebut dengan Millieu, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut dengan
I'environment.
Berikut ini adalah pengertian dan
definisi lingkungan hidup menurut para ahli:
# PROF DR. IR. OTTO SOEMARWOTO
Lingkungan hidup adalah jumlah semua
benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang
mempengaruhi kehidupan kita
# S.J MCNAUGHTON & LARRY L. WOLF
Lingkungan hidup adalah semua faktor
ekstrenal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengarui
kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisme
# MICHAEL ALLABY
Lingkungan hidup diartikan sebagai:
the physical, chemical and biotic condition surrounding and organism.
# PROF. DR. ST. MUNADJAT DANUSAPUTRO,
SH
Lingkungan hidup sebagai semua benda
dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang
terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta
kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.
# SRI HAYATI
Lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda dan keadaan mahluk hidup. termasuk di dalamnya manusia
dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta mahluk hidup lainnya
# JONNY PURBA
Lingkungan hidup adalah wilayah yang
merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai
kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar